ISLAM AGAMA KESEHATAN

ISLAM AGAMA KESEHATAN

Rabu, 13 Agustus 2014

H. IDRIS BIN JAROBAEN BIN JABILA BIN RAJA ONDOLAN BIN RAJA DOLOK

H. Idris bin Jaorbaen Dalimunthe dikenal sebagai H. Muhammad Idris al-Khalidi seorang Kadi Gunung Tua Padang Bolak tahun 1924. Beliau lahir pada tahun 1858

Jumat, 04 Juli 2014

Rabu, 28 Mei 2014

Selamat Ujian Anakku

Santri Gontor sedang mengikuti ujian lisan dan setelah itu akan diteruskan ke ujian tulis. Kami segenap orang tua, dan saudara-saudaramu turun berdo'a, semoga semua ujian bisa kamu hadapi dengan tenang dan menghasilkan prestasi yang membanggakan.


Hal-hal yang perlu kamu ketahui amang: Pertama, ujian untuk mengevalusi sejauh mana penguasaan santri terhadap pelajaran yang diajarkan oleh ust.-ust. Kedua, ujian salah satu cara agar santri belajar. Ketiga, Yang Maha Pintar itu hanyalah Allah. Dari usaha manusia belajar, Allah menurunkan rahmatNya untuk dapat kita pahami, untuk itu jangan lupa berdo'a, "allimni bima jahiltu wa dzakkirni mimma nasitu: beritahu aku ya Allah jika aku tidak tahu, dan ingatkan aku, jika uku lupa". Keempat, target untuk mejadi juara I atau untuk mendapatkan nilai setinggi-tingginya dalam ujian tidaklah bagus. Tujuan yang bagus itu menurut pemahaman papa, keridaan kita sebagai manusia yang bertanggung jawab untuk diuji. Keridaan itu ditandai dengan senang belajar dan tenang mengikuti ujian, bersyukur atas semua hasilnya.

Senin, 07 April 2014

Kuliah Kelima Tasauf

Perbandingan Cara Pandang Filsafat dan Tasauf Melihat Tuhan
Kuliah Kelima Tasauf
Sehat Sultoni Dalimunthe, M.A.

A.     Filsafat Ketika Dipelajari Tasauf Ketika Diamalkan
Perlu dikemukakan kembali pendapat Prof. Dr. Mulyadhi Kartanegara bahwa tasauf itu ketika dipelajari sebagai filsafat, tetapi ketika diamalkan sebagai tasauf. Untuk itu sebagian berpendapat termasuk Mulyadhi bahwa tasauf itu tidak bisa dipelajari, tetapi bisa diamalkan saja. Artinya, bertasauf itu urusan praktek bukan teori.
Pernah kita Anda berbuat kebaikan dengan tulus ikhlas karena kebaikan itu merupakan kepribadianmu. Dalam makna seperti ini, tasauf bagaikan akhlak, yaitu perbuatan baik yang dengan mudah dan ringan dilaksankan tanpa proses berpikir. Karena ini urusan dalam, maka susah dinilai dengan benar. Selain itu, di zaman sekarang agak susah kita mendapat manusia yang tulus berbuat baik. Ciri-cira manusia seperti ini, ia lebih mengutamakan orang lain daripada dirinya. Di satu sisi, orang bilang bagaikan lilin, menerangi, tetapi ia hancur. Dalam konsep tasauf tentu tidak bisa disamakan dengan lilin. Yang dapat diterima, itulah pengorbanan.
”Suka berkorban”, tapi bukan  jadi korban. Berkorban itu nilainya tinggi, sementara korban nilainya rendah. Dus, dua konsep yang sangat berjauhan antara berkorban dan korban. Berkorban itu perbuatan mulia, sementara korban itu akibat kelemahan, sehingga mengundang belas kasihan. Kalau bukan karena konsep pengorbanan buat apa Rasulullah Saw. memperjuangkan Islam ini. Resistensi ia dapatkan dari dalam dan luar. Ia siap dimusuhi oleh keluarga terdekatnya, bahwa siap untuk mempertaruhkannya nyawanya untuk Islam sebagai ketaatan kepadaNya.
Na’uzu billah, iman kita boleh jadi lemah. Kekuatan iman itu akan kelihatan ketika behadapan dengan tantangan kehilangan nyawa. Sahabat Rasul dulu banyak yang bercita-cita mati syahid dalam peperangan. Sekarang ini, kesiapan mati syahid demi ketaatan kepada Allah boleh jadi cerita yang jarang kita dengar.
Alkisah menceritakan bahwa ada seorang ust. yang punya penyakit mag, sehingga ia dilarang oleh dokter puasa. Karena sudah lama ia tidak puasa, suatu saat jiwa ketaatannya melawan dan berkata, ”saya akan puasa walaupun harus mati”. Mungkin seperti inilah kualitas jiwa yang diinginkan oleh tasauf itu.
Filsafat berbicara dengan akalnya sementara tasauf dengan hatinya. Dalam pandangan filsafat itu, Tuhan itu sangat jauh dan tidak terjangkau. Akal tidak pernah selesai jika berbicara Tuhan, karena Tuhan itu Maha Gaib, tapi menurut Mulyadhi justru Ia Paling Nyata, karena Ialah yang pasti Ada dan mustahil tiada, sementara yang lainnya, tiada karena ia mungkin menjadi tidak ada.
Tasauf memangdang Tuhan itu sangat dekat, bahkan lebih dekat dari urat nadi kita. Mereka merujuk dari Q.S. Qaf/50: 60.
وَلَقَدْ خَلَقْنَا الْإِنسَانَ وَنَعْلَمُ مَا تُوَسْوِسُ بِهِ نَفْسُهُ وَنَحْنُ أَقْرَبُ إِلَيْهِ مِنْ حَبْلِ الْوَرِيدِ
Artinya, ”Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dan mengetahui
apa yang dibisikkan oleh hatinya, dan Kami lebih dekat kepadanya dari pada urat lehernya,” (Q.S. Qaf/50: 60.)
Karena Tuhan begitu dekat dalam pandangan tasauf,  maka terkadang mereka tahu apa yang diketahui Tuhan karena diberitahu olehNya. Itulah yang kelak yang dipelajari dalam pembahasan ”ma’rifah”. Kalau tidak tahu batasannya seakan-akan sufi itu seperti dukun yang bisa mengetahui hal yang gaib. Bedanya dukun kalau ditanya selalu bilang tau. Sementara sufi yang memiliki ma’rifah tidak selama ia tau. Ia tau karena diberitau oleh Tuhan dan ia tidak tau, jika tidak diberitahuNya. Dukun selalu tau, jika ia tidak tau, maka ia menjadi tidak dukun lagi. Dukun mengetahuinya bukan dari Tuhan, tapi dari cara yang tidak dibenarkan agama dan cenderung mereka menduga-duga saja, walaupun terkadang tebakan mereka benar.



Rabu, 12 Maret 2014

Thehaer Dalimunthe

Calon Ulama Menatap Masa Depan

Senyum 1 Bulan Gaji

Jangan Berhenti Berbahagia amang

Perang Paderi

kreasi2010
Perang Padri adalah peperangan yang berlangsung di Sumatera Barat dan sekitarnya terutama di kawasan Kerajaan Pagaruyung dari tahun 1803hingga 1838.[1] Perang ini merupakan peperangan yang pada awalnya akibat pertentangan dalam masalah agama sebelum berubah menjadi peperangan melawan penjajahan.
Perang Padri dimulai dengan munculnya pertentangan sekelompok ulamayang dijuluki sebagai Kaum Padri terhadap kebiasaan-kebiasaan yang marak dilakukan oleh kalangan masyarakat yang disebut Kaum Adat di kawasan Kerajaan Pagaruyung dan sekitarnya. Kebiasaan yang dimaksud seperti perjudianpenyabungan ayampenggunaan madatminuman keras,tembakausirih, dan juga aspek hukum adat matriarkat mengenai warisan, serta longgarnya pelaksanaan kewajiban ritual formal agama Islam.[2] Tidak adanya kesepakatan dari Kaum Adat yang padahal telah memeluk Islam untuk meninggalkan kebiasaan tersebut memicu kemarahan Kaum Padri, sehingga pecahlah peperangan pada tahun 1803.
Hingga tahun 1833, perang ini dapat dikatakan sebagai perang saudara yang melibatkan sesama Minang dan Mandailing. Dalam peperangan ini, Kaum Padri dipimpin oleh Harimau Nan Salapan sedangkan Kaum Adat dipimpinan oleh Yang Dipertuan Pagaruyung waktu itu Sultan Arifin Muningsyah. Kaum Adat yang mulai terdesak, meminta bantuan kepada Belanda pada tahun1821. Namun keterlibatan Belanda ini justru memperumit keadaan, sehingga sejak tahun 1833 Kaum Adat berbalik melawan Belanda dan bergabung bersama Kaum Padri, walaupun pada akhirnya peperangan ini dapat dimenangkan Belanda.

Perang Padri termasuk peperangan dengan rentang waktu yang cukup panjang, menguras harta dan mengorbankan jiwa raga. Perang ini selain meruntuhkan kekuasaan Kerajaan Pagaruyung, juga berdampak merosotnya perekonomian masyarakat sekitarnya dan memunculkan perpindahan masyarakat dari kawasan konflik.

Senin, 16 Desember 2013

Surat Rekomendasi Libur Ke Bali Untuk Farhan Dalimunthe 2

Ini surat rekomendasi libur ke Bali mang. Bisa diprint dengan minta bantuan kawan atau ust. kalau Farhan belum ngerti cara mencetaknya. mudah2 sih bisa ya.