ISLAM AGAMA KESEHATAN

ISLAM AGAMA KESEHATAN

Rabu, 10 November 2010

DPR dan Kesantunan Berbicara

Home Republika Online
Minggu, 07 November 2010 pukul 09:48:00

DPR dan Kesantunan Berbicara


Hari Sabtu (30/10), saya menghadiri 'Seminar Nasional Bulan Bahasa 2010' yang diselenggarakan Universitas Negeri Jakarta (UNJ). Dalam acara itu juga diadakan peluncuran buku Drs Abdul Chaer (70) berjudul Telaah Bibliografi Kebahasaan Bahasa Indonesia/Melayu .

Pengamat budaya Betawi/Jakarta itu adalah staf pengajar senior UNJ yang telah menyusun kamus Bahasa Indonesia dan kamus Dialek Jakarta. Yang menarik, pada salah satu bukunya yang lain berjudul Kesantunan Berbahasa , Abdul menyayangkan perilaku dan cara bertutur yang tidak santun seperti yang diperlihatkan para anggota DPR. Sampai-sampai kata-kata 'bangsat' dari mulut anggota DPR yang terhormat itu.

Kita masih ingat, ketika awal 2010 menyaksikan lewat layar televisi yang disiarkan secara langsung betapa ricuhnya sidang paripurna DPR RI ketika akan mengambil keputusan mengenai Bank Century.

Memang, pada awal hingga pertengahan sidang semua tampak lancar, meskipun di sana-sini kita lihat ada anggota yang asyik ngobrol . Ada yang mulai menguap, ada yang asyik menelepon dan ber-SMS.

Menjelang berakhirnya sidang, ketika ketua sidang berbicara, keadaan mulai ricuh. Permintaan 'interupsi' mulai terdengar dari berbagai sudut ruangan. Mungkin karena permintaan interupsi tidak diladeni pimpinan sidang, maka kata-katanya berubah menjadi teriakan 'Ambil alih pimpinan sidang'.

Tidak jelas siapa yang menyuruh dan siapa yang disuruh, malah ada pula teriakan 'lapar, lapar, lapar'. Di samping itu ada pula yang berbicara 'hak bicara saya jangan dimutilasi'. Bahkan ada yang bernyanyi-nyanyi dengan suara keras. Kericuhan bukan hanya dilakukan dengan teriakan-teriakan, tetapi juga dengan tindakan-tindakan seperti naik ke atas kursi atau melompat ke tempat pimpinan sidang. Suasana menjadi seperti tidak ada aturan atau tata tertib persidangan.

Di mata Abdul Chaer, suasananya mirip seperti di lapangan sepak bola kita yang selama ini memang kita kenal penuh dengan kericuhan. Bedanya, kalau di lapangan sepak bola pelaku kericuhan berpakaian seadanya, di ruang sidang DPR para pelakunya berpakaian rapi, berjas, dan berdasi. Memang, ruang sidang DPR adalah ruang terhormat. Namun, sayang para anggotanya banyak yang tidak bisa menjaga kehormatan itu.

Menurut Abdul Chaer dalam buku Kesantunan Berbahasa , bila dilihat dari kajian pragmatik (ilmu yang mengkaji penggunaan bahasa), para anggota DPR yang terhormat itu telah melanggar dua hal, yakni melanggar kesantunan bahasa dan melanggar etika berbahasa.

Kesantunan berbahasa diperoleh dari belajar berbahasa, sedangkan etika berbahasa bersumber dari budi pekerti dan tingkah laku. Untuk masalah kemampuan berbahasa, Koentjaraningrat (1990), seorang pakar antropologi, menyatakan bahwa ada hubungan antara kemampuan berbahasa dan sikap mental para penuturnya.

Ingatan kita pun kembali ke sidang-sidang DPR di masa-masa sebelum reformasi. Memang ketika itu para anggota DPR dikenal sebagai 'Yes man' yang mengikuti saja kehendak kebijakan pemerintah. Hingga ada istilah ketika itu, panggung Srimulat yang terletak di samping gedung DPR (Taman Ria Senayan) terpaksa gulung tikar karena kalah lucu dengan para anggota DPR.

Saya pernah menjadi wartawan parlemen di masa ketua DPR, KH Achmad Syaichu, salah seorang wakil ketua Pengurus Besar NU. Sejak terjadi peristiwa G30S, parlemen dibersihkan dari unsur-unsur PKI dan kekuatan kiri, termasuk sejumlah anggota PNI yang dianggap dekat dengan kelompok kiri.

Gedungnya masih di bagian samping dari gedung sekarang yang ketika itu masih dalam pembangunan. Ketika itu, para wakil rakyat tidak mendapat perumahan seperti sekarang ini. Saya masih ingat seorang anggota DPR bertempat tinggal di Rawamangun yang ketika itu merupakan perkampungan.

Untuk makan siang, para anggota dewan yang terhormat belanja di rumah makan sederhana yang dikelola seorang haji di bagian belakang gedung DPR/MPR. Tidak pernah terjadi isu-isu para anggota dewan berbondong-bondong mengadakan studi banding ke luar negeri seperti sekarang.Hubungan antara wartawan dan anggota dewan ketika itu cukup baik.

Seperti juga sekarang, para anggota dewan kerap mendatangi press room tempat para wartawan bekerja. Tentu saja ketika itu membuat berita masih mempergunakan mesin ketik. Karena jumlahnya tidak banyak para wartawan terpaksa harus antre. Berita-berita penting kami kirimkan via telepon yang juga harus antre untuk memakainya. Maklum, internet dan ponsel belum dikenal.

Yang membuat saya terkenang soal kesantunan adalah saat sidang DPR di awal-awal Orde Baru. Meski suasana sidang tidak kalah sengitnya, tapi tidak sampai saling ejek. Apalagi, mengeluarkan kata-kata tidak sepantasnya. Zaman memang sudah berubah.

JADILAH MARYAM DALAM KEDEKATAN DENGAN TUHAN

Manusia yang baik dalam versi Tuhan adalah mereka yang siap untuk dekat dengan diriNya dengan jarak yang sedekat-dekatnya. Manusia pilihan Tuhan (al-musthafa) para nabi dan rasul itu represntasi dari kaum Adam, sedangkan manusia al-musthafayah bukanlah kaum nabi dan rasul. Di antara mereka itu adalah Maryam ibu Isa a.s. Ia tidak menikah susah dicari alasannya kalau bukan atas design Tuhan. Tidak layak kita menafsirkan fenomena Maryam sebagaimana Rabiyah al-Adawiyah, karena tidak kita baca ada orang yang melamarnya. Bahkan hampir tidak disentuh pembahasannya pada umur berapa Maryam melahirkan Isa a.s. Jika kita ketahui Maryam melahirkan Isa a.s pada umur 40 tahun, maka bisa kita tarsirkan bahwa Maryam tidak menyalurkan unsur kemanusiaanya yang memiliki hasrat terhadap lawan jenis karena sibuk atau asyik bersama Tuhan.

Yang diketahui, di antaranya, Maryam itu cinta sama Allah dan khusu' beribadah kepadaNya. Untuk itu tidak heran ia menjadi salah satu buah bibir yang positif yang dijadikan Allah Swt. Kita banyak berharap para wanita banyak yang meneladani Maryam dalam hal kedekatannya kepada Allah, tetapi tidak boleh meneladaninya dalam hal tidak menikah.

Penulis: Sehat Sultoni Dalimunthe, M.A.

Home Republika Online

Koran » Islam Digest

Minggu, 07 November 2010 pukul 11:35:00

Kifayatul al-Atqiya', Penjelasan Tentang Syair Tasawuf

Rubrik Kitab

Dua perkara yang sering dikhawatirkan Rasul SAW bagi umatnya adalah mengikuti hawa nafsu dan thulul amal (banyak angan-angan).

Berbicara soal dunia dan aktivitas olah spiritual seakan tak pernah ada batas akhir. Tak henti-hentinya, tiap masa dan tokoh menorehkan buah pemikiran dan kesimpulan subjektif yang dihasilkan dari proses riyadhah berkesenimbungan. Mulai dari karya yang berjilid-jilid ataupun tulisan ringkas berupa syarah, catatan pinggir hawasyi, catatan akhir hawamisy, bahkan sekadar membubuhkan komentar ta'liq. Tetapi, tetap saja karangan-karangan itu padat sehingga tetap menjadikan karya tersebut berbobot.

Tentunya, juga menarik disimak lebih mendalam. Barangkali tidak berlebihan mengatakan bahwa ini satu dari sekain bukti, betapa ilmu Allah sangat luas dan tak akan habis. Sekalipun bahtera dijadikan sebagai tinta menuliskan dan menuangkannya ke dalam tulisan.

"Katakanlah: Sekiranya lautan menjadi tinta untuk (menulis) kalimat-kalimat Tuhanku, sungguh habislah lautan itu sebelum habis (ditulis) kalimat-kalimat Tuhanku, meskipun Kami datangkan tambahan sebanyak itu (pula)." (QS. Al-Kahfi [18] : 109)

Salah satu karya di bidang tasawuf yaitu, Kifayatul al-Atqiya' Wa Manhaj al-Ashfiya. Satu di antara kitab berharga hasil karya Sayid Bakari al-Makki bin Sayid Muhammad Syatho ad-Dimyathi yang mensyarah kitab Hidayat al-Adzkiya' Ila Thariq al-Awliyah. Meski tak semasyhur karyanya di bidang fikih, yakni I'anatu at-Thalibin, namun sama sekali tak mengurangi nilai dan kualitas hasil karya itu.

Buktinya, meski ditulis dalam beberapa lembaran kertas yang tak lebih dari 200 halaman, syarah ini dilengkapi dengan beragam bahasan tentang arti ungkapan yang dirangkai dalam kasidah. Selain itu, pembahasannya disertai pula dengan penjelasan tentang susunan dasar dan kedudukan masing-masing kata dalam bait kasidah tersebut i'rab.

Hal ini dilakukan untuk mempermudah memahami syair Arab yang terkenal memiliki susunan yang tak konstan alias berubah-ubah. Selain itu, Syekh Bakari juga menyertakan nukilan-nukilan yang disarikan dari perkataan para ulama dan ahli tasawuf. Alhasil, syarah yang ditulisnya menjadi tampak istimewa.

Kitab Hidayat sendiri merupakan sebuah kitab yang berisi tentang kasidah olah spiritual yang dikarang oleh Zainuddin bin Syekh Ali bin Syekh Ahmad al-Ma'bari. Akan tetapi, hal terpenting yang harus ditegaskan di sini, sebagaimana ditulis Syekh Zainuddin dalam syairnya, bahwa mazhab tasawuf yang digunakan sebagai acuan mengasah ketajaman rohani adalah tasawuf Suni bukan tasawuf yang melanggar ketentuan Alquran dan sunah. "Tarekat para syekh dilandasi oleh Alquran dan sunah," ujar Zainuddin.

Ungkapan ini lantas dipertegas kembali oleh pensyarah Sayid Bakari. Sekalipun corak dan metode yang digunakan oleh para syekh sufi beragam, namun tasawuf yang mereka jalani tak keluar dari koridor sumber utama Islam, yakni Alquran dan sunah.

Fakta inipun diperkuat dengan ungkapan yang pernah dilontarkan bahkan oleh para punggawa tarekat secara langsung. Adalah tuan para sufi, sayyid al-thaifah, Al-Junaid, menegaskan, mazhab yang benar dalam bertasawuf harus mengacu pada Alquran dan sunah. Bahkan, ia pun meminta agar tak mengikuti para syekh tasawuf yang tidak mampu menghafal dan mengamalkan Alquran dan sunah. Menurutnya, kedua sumber tersebut merupakan panduan utama untuk bertasawuf.

Hal senada juga diungkapkan oleh Syekh Abdul Qadir Al-Jailani. Dengan jelas, ia mengatakan, mengikuti dan menaati batas-batas yang ditentukan syariat dalam bertasawuf merupakan faktor utama dalam memperoleh kebahagiaan dunia dan akhirat. Karenanya, harap dia, hendaknya para salik berhati-hati dan waspada selama proses bertasawuf ria.

"Siapa pun yang mengklaim dirinya telah sampai pada puncak tertinggi tasawuf, hakikat, tetapi di saat bersamaan dia tak mengindahkan jalur-jalur syariat maka sesungguhnya jalan yang ditempuh adalah semu dan palsu. Apa pun alasannya, karena arti syariat ataupun hakikat yang sebenarnya adalah penghambaan yang haq kepada Allah."

Takwa Inti Kebahagiaan

Lantas apa kemudian definisi syariat, makrifat, dan hakikat yang masyhur digunakan oleh para sufi?
Hal terpenting yang mesti dipahami sebelum memasuki ranah pengertian 'trilogi piramida' tasawuf adalah memperjelas arti takwa. Tampaknya, baik sang penulis syair sendiri, Sayid Zainuddin, ataupun pensyarah Sayid Bakari sepakat akan hal itu. Alhasil, bahasan pertama kali yang diuraikan penulis dalam kitab ini ialah bab tentang takwa. Sebelumnya, Sayid Bakari membahas makna basmalah, hamdalah, dan shalawat di mukaddimah syair.

Sayid Bakari menjelaskan, bagi para salik yang hendak meniti tangga menuju akhirat, maka takwa adalah titian pertama dan paling mendasar. Uraian ini dipergunakan untuk memperjelas syair yang berbunyi: "Taqwa al ilahi madaru kulli saadatin tiba'u ahwa ra'su syarrin habaila (takwa kepada Allah pusat segala kebahagiaan dan mengikuti hawa nafsu pangkal keburukan).

Takwa merupakan dasar terpenting yang mengumpulkan semua kebaikan baik dunia ataupun akhirat. Tak pelak, sejumlah kalangan pun lantas mencoba memberikan definisi yang komprehensif tentang pengertian takwa. Tetapi, kata takwa sendiri secara umum sering diartikan sebagai bentuk ketaatan atas perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya secara lahir dan batin. Sikap tersebut mesti disertai pula rasa pengagungan, tunduk, dan takut terhadap Allah.

Terdapat pula pengertian takwa yang menurut sejumlah kalangan cukup disederhanakan dengan definisi menghindari apa pun selain ridha Allah. Ada juga yang memahami takwa dengan menjauhi tiap tindakan dosa yang dilarang agama.

Mengutip perkataan an-Nashr Abadzi, Sayid Bakari menjelaskan, siapa pun yang membumikan sikap takwa maka kecenderungan yang ada di hadapannya tak lain hanyalah keinginan menjauhi dunia yang fana. Hal ini disebabkan oleh keyakinan yang amat mendalam akan janji Allah.

"Dan sungguh kampung akhirat itu lebih baik bagi orang-orang yang bertakwa. Maka, tidakkah kamu memahaminya?" (QS Al An'am [6] : 32). Wasiat senantasia bertakwa tak terbatas pada umat Islam saja, tetapi juga pernah ditujukan kepada para umat terdahulu.

Sayid Bakari mengemukakan, takwa menuntut seseorang untuk menjauhi hawa nafsu yang kerap dipenuhi oleh tipu daya setan. Akibatnya, kepatuhan terhadap nafsu berakibat pada kebinasaan. Bahkan, Rasulullah SAW sebagaimana diriwayatkan Al-Baihaqi dalam Sya'b al-Iman, pernah mengingatkan umatnya agar tidak teperdaya oleh nafsu setan.

Ada dua perkara yang paling dikhawatirkan Rasulullah akan menghinggapi pribadi Muslim, yaitu mengikuti hawa nafsu dan thulul amal (banyak angan-angan). Hawa nafsu dapat mengarahkan seorang Muslim jauh dari kebenaran. Sedangkan pengharapan berlebihan (banyak angan-angan), mengakibatkan lalai akan kehidupan akhirat. Apalagi, setan akan terus melakukan tipu daya dan menebarkan bisikan jahat kepada anak Adam.

Alkisah, iblis pernah menampakkan diri di hadapan Nabi Yahya AS dengan membawa rantai yang dikalungkan di tubuhnya. Nabi Yahya pun bertanya, perihal benda tersebut. Iblis menjawab, "Ini adalah syahwat yang dibelenggukan kepada anak Adam."

Dari sinilah maka dapat disimpulkan, kata Sayid Bakari, kunci menggapai kebahagiaan dan kebaikan adalah melawan kedua perkara yang diperingatkan Rasulullah tersebut. "Dan adapun orang-orang yang takut kepada kebesaran Tuhannya dan menahan diri dari keinginan hawa nafsunya." (QS An-Naziaat [79] : 40). cr1 ed: syahruddin el-fikri


Trilogi Tasawuf

Apakah yang dimaksud dengan trilogi tasawuf? Menurut Sayid Bakari, trilogi tasawuf merupakan kumpulan tingkatan penting dalam olah spiritual seorang salik. Ia menyebutkan, sedikitnya ada tiga tahapan dalam dunia tasawuf yang harus dilalui oleh para salik. Ketiga jenjang ini pada dasarnya adalah pengejewantahan dari makna takwa.

Agar tidak terjadi ketimpangan, maka ketiganya harus diterapkan secara keseluruhan, yakni syariat, tarekat, dan hakikat untuk mencapai puncak makrifat (pengetahuan). Syariat tanpa hakikat adalah kosong dan hakikat tanpa syariat adalah batal serta tak berdasar.

Jika dianalogikan, maka syariat itu ibarat perahu, tarekat adalah bahteranya, dan hakikat adalah pulau yang hendak dituju dari perjalanan itu. Dengan demikian, hakikat tak akan mampu dituju oleh salik, tanpa menggunakan perahu dan melalui bahtera.

Syariat adalah wujud ketaatan salik kepada agama Allah dengan melaksanakan perintah dan menjauhi larangan-Nya. Menurut Syekh Ali bin al-Haitami, syariat adalah segala sesuatu yang ditanggungkan kepada seorang hamba. Sedangkan hakikat adalah inti dan makna dari perkara tertentu.

Syariat diperkuat dengan hakikat dan hakikat dibatasi oleh ketentuan hukum syariat. Sehingga, keberadaan syariat seharusnya mampu mendorong komunikasi langsung syuhud antara seorang hamba dan khalik tanpa perantara apa pun.

Selanjutnya, makna dari tarekat adalah aktivitas dan sikap kecenderungan berhati-hati, utamanya menghadapi gemerlap dunia. Misalnya, bersikap wara', yang menurut al-Qusyairi diartikan dengan keberanian meninggalkan perkara yang tak jelas asal-usul dan hukumnya syubhat.

Sedangkan bagi al-Ghazali, wara' memiliki empat level yang berbeda. Tingkatan yang paling rendah adalah wara' kalangan awam. Tingkat wara' ini bisa dibuktikan dengan meninggalkan perkara yang dihukumi haram oleh para ahli fikih. Di antaranya riba dan bentuk transaksi tidak sah lainnya. Level kedua wara' adalah tingkatan orang saleh yaitu meninggalkan syubhat.

Di susul kemudian dengan tingkatan wara' yang ketiga ialah wara' para ahli takwa. Wara' yang dilakukan bukan sekadar meninggakan hal yang dilarang ataupun syubhat, tetapi meninggalkan perkara yang memang jelas-jelas halal dan diperbolehkan agama. Hanya saja, takut yang berlebihan bisa menimbulkan masalah. Sedangkan tingkatan wara' tertinggi adalah wara' orang-orang yang tulus dengan meninggalkan segala kecacatan.

Jenjang tertinggi dalam dunia tasawuf adalah hakikat, yaitu keberhasilan salik mencapai arti dari sebuah ritual tertinggi, yakni makrifat. Makrifat adalah kemampuan untuk berkomunikasi dan melihat cahaya penampakan tajalli akan Tuhan Yang Maha Esa. Menurut al-Ghazali tajalli merupakan penglihatan di dalam hati terhadap cahaya-cahaya alam gaib, terlebih khusus cahaya Allah SWT.

Makna ini selaras dengan pendapat yang disampaikan oleh al-Qusyairi, tatkala membedakan antara definisi syariat dan hakikat. Menurut dia, syariat adalah melaksanakan ritual penghambaan dan hakikat adalah melihat esensi dan ketuhanan dengan hatinya.

Untuk mencapai ketiga piramida trilogi tasawuf ini bukan hal mudah. Makanya, imam as-Sya'rani menegaskan dalam mukaddimah kitab al-Manan al-Kubra, bahwa hampir seluruh syekh tarekat tasawuf sepakat bahwa tak seorang pun boleh mengajarkan dan memberikan bimbingan tentang hakikat, kecuali telah menguasai syariat secara benar dan mendalam.

Langkah ini pulalah yang ditekankan oleh sejumlah tokoh tarekat terkemuka lainnya. Seperti Syekh Abu al-Hasan as-Syadzlili, pendiri tarekat as-Syadziliyah. "Barangsiapa yang kehilangan akar tak akan berhasil mencapai puncak," kata imam as-Sya'rani sebagaimana dinukil Sayid Bakari. cr1 ed: syahruddin el-fikri

Selasa, 09 November 2010

Reader Society

Salah satu yang membedakan antara mahasiswa dengan siswa adalah dari sisi aktivasi mencari informasi. Mahasiswa tidak terlalu banyak tergantung sama dosen dalam mencari informasi. Mahasiswa semestinya proaktif mencari informasi itu baik melalui buku maupun internet.

Jika guru tidak hadir di sekolah, biasanya gurunya diganti. Jika tidak penggantinya, para siswa berdiam atau main-main. Sementara mahasiswa, jika tidak ada dosen, tidak mesti diganti oleh dosen lain. Dia tahu apa yang ia lakukan. Mengunjungi perpustakaan atau memanfaatkan waktu dengan teman-teman untuk mendiskusikan materi perkuliahan.

Mahasiswa layaknya menyandang sikap reader society atau masyarakat pembaca. Masyarakat pembaca bagaikan orang pergi ke sekolah tanpa mandi merasa tidak enak. Demikian juga reader society merasa ada yang tidak enak kalau ia belum membaca buku.

Untuk bisa mencapai reader society tentu tidak seperti lampu aladin yang sim sala bin. Ia membutuhkan proses latihan. Seringlah memaksakan diri membaca. Carilah bacaan yang menarik minat Anda. Jika Anda mulai membaca yang diminati, tentu ada saja yang perlu Anda ketahui selanjutnya. Jika Anda tidak menemukan masalah dalam minat bacaan Anda. Rumuskanlah masalah-masalah, sehingga Anda tertantang untuk mencarinya sampai dapat.

Penulis: Sehat Sultoni Dalimunthe, M.A.

Senin, 02 Agustus 2010

Mohon Perhatian

Diharapkan kawan-kawan anggota ALC mengisi blog ini agar bermanfaat. jika jarang diisi tentu akan diblokir dan kita akan merugi.

Pembina

DOSA DIMINATI

Menurut salah satu penutur agama di atas mimbar pada suatu hari jum'at, "Kejahatan itu seditikit tetapi banyak peminatnya. sedangkan kebaikan itu banyak dan sedikit peminatnya". Menurut penutur agama itu, kalimat itu bersumber dari hadits.

Terlepas itu hadits atau tidak mari kita takar berdasarkan data lain. Dalam agama di dalam al-Qur'an lebih mudah kita menyebutkan jenis-jenis kebaikan daripada kejahatan. larangan Allah yang jelas yang bisa kita katagorikan kriminal dan kejahatan perdata: pembunuhan, pencurian, perzinahan, perceraian, warisan. sedangkan kebaikan tidak disebutkan karena begitu banyak. contoh lain dapat kita utarakan makanan haram itu hanya sedikit, al-Qur'an hanya menyebutkan bangkai, darah, dan babi. sedangkan yang halal itu tidak lagi dirinci oleh Allah karena begitu banyak. Jadi menurut penulis, bisa jadi benar bahwa kejahatan itu hanya sedikit dan kebaikan itu banyak.

Persoalan berikut, apa benar penggemar, pemburu kejahatan atau keburukan itu lebih banyak dibandingkan pengemar dan pemburu kebaikan. Rasulullah dalam salah satu hadits menyebutkan, "khair al-quruni, qarni tsumma yalihi tsumma yalihi: sebaik-baik zaman adalah zamanku (zaman Rasul), kemudian zaman setelahnya (zaman sahabat), dan kemudian zaman setelahnya (zaman tabi'). Jika dihitung hanya berumur dua abad, manusia-manusia yang baik dan takut kepada Allah. Selanjutnya berarti syarru al-qurun (zaman yang buru). Zaman dimana manusia tidak lagi dekat dengan Allah bahkan kata Prof. Dr. Mulayadi Kertanegara, manusia merantau semakin menjauh dari Allah dan ada yang tidak kenal pulang kembali kepada asalnya secara fisik. Tentu hakekatnya manusia yang tidak mau kembali juga akan dikembalikan oleh pemilikNya, yaitu Allah. Pada zaman syarru al-Qurun ini lah manusia yang dikatakan Prof. Dr. Komaruddin Hidayata terjadi "hegemoni terhadap budaya benda". Orang mengejar kebendaan dan apalagi dengan sains Barat yang Anti Ruhani kata alm. Prof. Dr. Nurcholis Madjid. Untuk itulah dalam literatus tasauf dikenal kalimat Imam Juanaid yang mengatakan, "Dulu tasauf tidak ada, tapi banyak sufinya. Sekarang banyak tasauf, tetapi tidak ada sufinya". Zaman ini banyak orang pintar, tetapi sedikit yang mengamalkan ilmunya. Mungkin saja zaman ini mengikuti madzhab Barat yang tidak mengukai persoalan aksiologi dan mendukung ilmu yang bebas nilai. Pintar matematika bukan berarti harus membumikan teori-teorinya dalam kehidupan. Pintar agama bukan berarti tidak boleh melanggar aturan Tuhan, bahkan ahli agama paling pintar membolak-balik dalil-dalil untuk mengelabui Tuhan. Memang dosa saat ini banyak diminati.

Penulis: S.S. Dalimunthe, M.A.

Rabu, 14 Juli 2010

TIGA AMALAN BAIK

Bismillahirrahmanirrahim.....
Bumi yang kita tempati adalah planet yang selalu berputar, ada siang dan ada malam. roda kehidupan manusia juga tidak pernah berhenti kadangnaik kadangturun, ada suka ada duka.ada senyum ada tangis, kadang kala dipuji tapi pada satu saat kita dicaci..jangan harap ada keabadian dalamperjalann hidup. oleh sebab itu agar kita tidak terombang ambing dan tetap tegar dalam menghadapi segala tantangan hidup kita harus memiliki pegangan dan amalan dalam hidup.tiga amalan baik tersebut adalah : Istiqamah,Istikharah, dan Istighfar yang biasanya disingkat dengan TIGA IS.
1. ISTIQAMAH
istiqamah mempunyai makna yaitu kokoh dalam aqidah dan konsisten dalam beribadah, karena begitu pentinya istiqamah ini sampai-sampai Nabi Muhammad berpesan kepada seseorang seperti dalam sebuah hadits berikut ini :yang artinya "dari abu sufyan bin abdullah berkata: aku telah berkata, wahai Rasulullah katakanlah kepadaku pesan dalam Islam sehingga aku tidak perlu bertanya kepada orang lain selain engkau. Nabi menjawab..katakanlah aku beriman kepada Allah kemudian beristiqamahlah. (HR.Muslim )

orang yang istiqamah selalu kokoh dalam aqidah dan tidak goyang keimanannya bersam dalam tantangan hidup,sekalipun dihadapkan pada persoalan hidup,ibadah tidak ikut redup, kantong kering atau tebal tetap memperhatikan halal dan haram, di caci atau dipuji sujud pantang berhenti.itulah hidup yang akan diberkahi oleh Allah dunia dan akhirat.

2.ISTIKHARAH
istikharah mempunyai makna selalu mohon petunjuk Allah dalam setiap langkah dan penuh petimbangan dalam setiap keputusan. setiap orang mempunyai kebebasan untuk berbicara dan melakukansuatu perbuatan. akan tetapi menurut Islam tidak ada kebebasan yang tanpa batas, dan batas-batas tersebut adalah aturan-aturan agama.maka seorang muslim yang benar,selalu berfikir berkali-kali sebelum melakukan tindakan atau mengucapkan sebuah ucapan serta ia selalu memohon petunjuk kepada Allah
Nabi Muhammad bersabda : barang siapa beriman pada Allah dan hari akhir, maka berkatalah yang baik atau diamlah ( HR Bukhari dan Muslim )

3.ISTIGHFAR
Istighfar mempunyai makna yaitu selalu intropeksi diri dan memohon ampunan kepada Allah Eabbul izzati. setiap orang pasti melakukan kesalahn baik sebagai individu maupun kesalahan sebagai sebuah bangsa. setiap kesalahan dan dosa sebenarnya itu merupakan sebuah penyakit yang merusak kehidupan kita oleh karena itu harus diobati. contoh dalam persoalan ekonomi, jika rizki Allah tidak sampai kepada kita disebabkan karena kemalasan kita ,maka yang diobati adalah sifat malas itu.kita tidak boleh menjadi pemalas. karena malas merupakan bagian dari musuh kita.

Selasa, 06 Juli 2010

REALISTIS

Selain sportif yang dapat dipelajari dari ajak piala dunia adalah sikap realistis. Hal itu bisa dilihat dari sistem adu pinalti. Dalam sistem adu pinalti, penendang bola dari masing-masing kesebelasan itu lima orang. Katakanlah kesebelasan A dan B.

Jika kesebelasan A berhasil menggolkan bola sebanyak empat kali dengan empat kali tentangan pinalti dan kesebelasan B berhasil menggolkan tiga kali dengan empat tentangan pinalti, maka jika A pada tentangan kelima berhasilan menggolkan, maka poinnya 5. Pada saat itu tradisi sepak bola tidak akan meneruskan tentangan kelima untuk kesebelasan B, karena jika diteruskan pun dan berhasil menggolkan bola, tetap juga angka kesebelasan B empat. Itu namanya realistis.

Bagi sebagian kita yang punya penghasilan perbulan hanya cukup untuk menutupi biaya makan dan minum, nama sangat realistis, kalau kita belum bermimpi akan pergi ke Mekah untuk ibadah haji. Soal nanti ada rezeki yang mendadak itu adalah soal realitas mistik, bukan realitas ilmiah. Jadi realistis yang kita maksud disini adalah realistis ilmiah.

Penulis: Farhan Fazlul Rahman Dalimunthe, Santri Pondok Modern Tadika Borneo Gunung Tua Padang Bolak.

PELATIH SEPAK BOLA BEGITU PERLU

Event Piala Dunia 2010 mengingatkan kita akan banyak komentar begitu pentingnya peran pelatih dalam meraih keberhasilan kesebelasan masing-masing negara. Untuk menuju partisipasi Piala Dunia lah Indonesia akan mengontrak pelatih Timnas dari Belanda. sampai-sampai tiem yang kalah sementara diunggulakan, pelatihnya akan mengundurkan diri jadi pelatih, seperti pelatih Argentina, Diego Maradona.

Berapa persen peran pelatih dalam keberhasilan tiem sepak bola, secara ilmiah tidak pernah dikomentari, tetapi sepak bola kata orang bukanlah hitungan matematis, permainan bisa saja berbeda dengan prediksi dan pengamatan ilmiah orang. Pertanyaannya, kalau pelatih memiliki peran signifikan dalam sepak bola, sehingga sukses dan gagalnya tiem sepak bola bisa menjadi sasaran kesalahan ditujukan ke pelatihnya, maka peran guru dalam pendidikan pun tentu sangat mempengaruhi keberhasilan peserta didiknya. Apakah ada guru yang mengundurkan diri jadi guru jika anak didiknya gagal dalam UN? Posisi Ibu-Bapak dalam keluarga bisa jadi sebanding dengan pelatih dalam sepak bola. Apakah ada Ibu dan Bapak mengundurkan diri jadi bapak dan ibu jika anaknya gagal dalam mengemban missi kehidupan? Posisi presiden dengan rakyat bisa jadi sebanding dengan pelatih sepak bola. Apakah presiden mau mengundurkan diri dari jabatan presiden kalau banyak pengangguran? Barangkali banyak orang berapologi bahwa tidak ada aturannya demikian. Bukankah pelatih sepak bola juga tidak memiliki aturan demikian, hanya saja itu tanggung jawab moral saja bukan persoalan hukum. Mari kita ambil pelajaran tanggung jawab moral dari sikap para pelatih itu.

Penulis: Farhan Fazlul Rahman Dalimunthe, Santri Pondok Modern Tadika Borneo Gunung Tua Padang Bolak
pendidikan Islam pada masa rasul

sebagaimana kita ketahui bahwa pendidikan islam pada masa Rasul dibagi menjadi dua fase:
fase yang pertama adalah fase mekah, yang mana pada fase mekah ini rasul hanya mendidik peserta didiknya tentang tauhid, karena pada sat itu tauhid sudah jauh dan menyimpang dari kebenaran. adapun proses belajar mengajar yang dilakukan oleh Rasul itu dilaksanakan dikuttab, di pasar, dan dirumah sahabt Rasul sendiri. materi pendidikan yang di jarkan oleh Rasul adalah pendidikan Tauhi.

pada fase madinah proses belajar mengajarnya sudah lebih meningkat dikarenakan pada sat itu Rasul dan sahabat sudah mempunyai pemerintahan sendiri.meningkatnya pendidikan pada sat itu ditandai dengam adanya penmabahan materi pendidikan yaitu : pendidikan tauhid, dan pendidikan AlQur'an dan tempat belajarnya pun sudah bertambah.yaitu di mesjid, majelis, dan di kuttab.

Jumat, 18 Juni 2010

RAHASIA ILMUAN YANG MAJU

Jika ada pertanyaan, berapa persenkan dosen di Perguruan Tinggi bisa mempengaruhi wawasan ilmiah Anda? Mungkin secara ilmiah yang bersifat logis dan empirik agak susah dijawab. Tetapi secara kualitatif bisa dijawab pengaruhnya sedikit. Jika kita coba mengkuantifikasinya, jangan-jangan hanya 10 persen atau 5 persen, apalagi di zaman teknologi dan infomasi ini dimana Google lebih banyak bertindak sebagai "dosen".

"al-'Ilmu fi Google" (ilmu itu ada di google) barangkali ada benarnya, walalupun dalam artikel ilmiah dan buku, google tidak bisa diandalkan secara otoritatif. Tapi dengan bantuan ebook (electronic book), maka tidak jarang para penulis terbantantu secara signifikan.

Untuk itu, Anaminkum Learning Club sebagai organisasi ilmiah, sangat tepat untuk Anda pilih untuk mewarnai wawasan ilmiah. Kami mengharapkan dan berusaha agar, Anaminkum Learning Club (ALC) ini akan bisa mempengaruhi wawasan ilmiah Anda secara signifikan karena organisasi ini dikelolah oleh orang yang berpengalaman dalam bidang keilmuan dan organisasi.

Anda boleh bersikap skeptis, layaknya para filosof, tetapi Anda seharusnya beleh menelitinya untuk dapat meyakinkan, bahwa ALC salah satu sarana yang signifikan untuk mempersiapkan calon sarjana yang bertanggungjawab atas keilmuannya.

Pada zaman ini, di negara yang terpaksa harus kita cintai ini, etika ilmiah sering kali dilanggar bukan saja oleh mahasiswa, tetapi termasuk para dosen, dan bahkan yang bergelar profesor. ironis bukan, tapi itulah kenyataannya. "Sarjana Monyet" versi iklan Kementerian Pendidikan Nasional tidak jarang digunakan oleh orang untuk kepentingan birokrasi dan juga gengsi dengan membeli ijazah yang siap jadi. "Sarjana Setengah Monyet" bisa jadi mereka yang kuliah datang satu kali dalam satu semester, sekedar membayar adm dan admnistrasi ujian akhir semester secara fiktif. Empat tahun mengunjungi kampusa, cukup delapan kali. Setelah itu, ya.. sidang dan sarjana dengan garansi tidak ada hambatan dan pasti lulus karena uang yang mengatur. Tentu masuk banyak lagi pelanggaran etika akademis yang dilakukan oleh perguruan tinggi yang konsumennya calon sarjana yang butuh ijazah. Untuk memperkecil sarjana "asal sarjana" itulah ALC dinilai penting kehadirannya.

Di antara rahasia kunci sukses para ilmuan adalah:
1. Rajin membaca
2. Rajin menulis
3. Rajin berpikir
4. Rajin bertanya
5. Rajin berkreasi dan tidak takut salah


Sehat Sultoni Dalimuthe, M.A. (Pembina ALC)

SALAM REDAKSI ALC

ANAMINKUM LEARNING CLUB (ALC)
STAIN MALIKUSSALEH LHOKSEUMAWE



ANAMINKUM LEARNING CLUB ADALAH KELOMPOK STUDI MAHASISWA PENDIDIKAN AGAMA ISLAM YANG BERDOMISILI DI STAIN MALIKUSSALEH LHOKSEMAWE. ALC AKAN DIDIRIKAN UNTUK MEMFASILITASI MAHASISWA PAI STAIN MALIKUSSALEH UNTUK MENDALAMI KETARBIYAHAN DAN KE-PAI-AN DENGAN KEGIATAN SBB:
1. BIMBINGAN ON LINE DENGAN DOSEN
2. DISKUSI ILMIAYAH TENTANG KETARBIYAHAN DAN KE-PAI-AN
3. BIMBIMBINGAN MENERJEMAHAKAN DARI BAHASA ARAB DAN INGGRIS KE BAHASA INDONESIA DAN SEBALIKNYA.
4. BIMBINGAN MENULIS ARTIKEL KE MEDIA CETAK.
5. BIMBINGAN MENULIS BUKU
6. BIMBINGAN MENULIS SKRIPSI

SYARAT-SYARAT ANGGOTA:
1. MENGISI FORMULIR DAN PAS PHOTO 4X6
2. MAHASISWA PAI STAIN MALIKUSSALEH MINIMAL SEMESTER VI
3. MEMILIKI SEMANGAT MEMBACA DAN MENULIS (YANG MENGUKURNYA MASING-MASING CALON ANGGOTA)

JIKA ANDA BERMINAT, SILAHKAN MENDAFTARKAN DIRI KE SAUDARA
EDIARMAN HP. 085277620209

PEMBINA ALC
DTO


SEHAT SULTONI DALIMUNTHE, M.A.