ISLAM AGAMA KESEHATAN

ISLAM AGAMA KESEHATAN

Jumat, 04 Mei 2012

Memahami Cita-Cita dan Obsesi

Plato: Jangan sekali-kali engkau mencintai orang yang cita-citanya lebih rendah dari cita-citamu, sementara obsesinya lebih tinggi dari obsesimu dan kecerdikannya melebihi kecerdikanmu.
Sumber. Mulyadi Kertanegara, The Best Chicken Soup of the Philosopehers, (Bandung: Hikmah, 2005), hal. 59


Cita-cita sepertinya planning jangka panjang yang telah diukuti oleh usaha-usaha untuk mencapainya. Sedangkan obsesi persistent idea dominating a person's mind. Terkadang kita baru berobsesi belum bercita-cita, tetapi kita mengatakan cita-cita. Obsesi baru sekedar gagasan pikiran yang belum diikuti oleh usaha untuk mencapainya. Mulai sekarang, mari kita sesuaikan bahasa cita-cita dan obsesi.

Sementara tahun 1980 an sampai 1990-an, saya masih mendengar orang-orang yang belajar bahasa Inggris di Indonesia, mengatakan pintar dengan “clever”. Baru tahun 2000, saya mendengarnya dari dosen bahasa Inggris bahwa clever itu sudah disebut dengan cerdik, alias licik seperti kancil. Untuk itu janganlah gunakan lagi isitilah, “cerdik pandai” untuk mengatakan alim-ulama. Itu sudah tidak responsive dengan zamannya alias using.

Kalimat gnomologis Plato di atas mengajarkan kita untuk mencari kawan yang rajin, apalagi kawan hidup yang diharapkan selama-lamanya. “Tidur dipagi hari katanya mewariskan kemiskinan”. Memang saya juga sangat sadar, bahwa orang-orang yang cepat bangun pagi dan bergegas melaksanakan tugas kepada Allah dan tugas duniawi, itu menjadi  idola saya.  Pernah saya dengan K.H. Hasan Abdulah Sahal, salah satu pimpinan Pondok Modern Gontor mengatakan bahwa orang yang cantik itu adalah orang yang bersedia bangun di tengah malam dan berkomunikasi dengan Allah (tahajjud).

Jika waktu tahajjud saja ia dapatkan, logikanya waktu shubuhnya juga baik. Tetapi fenomenaya, sering saya alami ya Allah, ketika bangun untuk tahajjud, maka menjelang shubuh ngantuk berat. Itu barangkali mesti diatasi. Tidak tepat logika tahajjud yang sunat diikuti, shubuhnya terlamabat. Kalimat hikmat Plato di atas kita tafsirkan dalam kalimat singkat, “Jangan Menikah Dengan Orang Malas!”.